Asal Usul Rokok Kretek


Kretek ternyata bukan hanya sekadar rokok. Mark Hanusz, penulis buku Kretek: The Culture and Heritage of Indonesia’s Clove Cigarettes (Jakarta: Equinox, 2000), menyebut “kretek bukan rokok, bukan pula cerutu!” meski sama-sama berbahan baku tembakau, namun kretek juga mengandung bahan baku lain yang tak dimiliki oleh jenis lain manapun. Dan itulah cengkeh yang tentu hanya Indonesia yang punya.

Soal penamaan kretek, ini disebabkan bunyi yang ditimbulkan dari pembakarannya yang berbunyi ‘kretek…kretek’ ketika dihisap. Bunyi ini keluar karena efek terbakarnya potongan biji cengkeh yang tergulung dan bercampur dengan rajangan kering daun tembakau di dalamnya. Inilah uniknya benda yang bernama kretek, sekali lagi.

Seorang Pramoedya Ananta Toer pada tahun 1950-an pernah bertutur demikian;

Konon, salah seorang ‘Bapak Pendiri’ negara ini saat menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Inggris, menghisap kreteknya di satu perjamuan diplomatik di Kota London. Anehnya aroma yang dihembuskan oleh kretek memancing seorang Diplomat Barat untuk menegurnya demikian; “Tuan menghisap apa itu?” The Grand Oldman—julukan Agus Salim—langsung menjawab: “Inilah yang membuat nenek moyang Anda sekian abad lalu datang dan kemudian menjajah negara kami”.

Agus Salim lalu berujar, karena kretek tak lain adalah cengkeh (Eugenia Aromatica), rempah-rempah legendaris yang, secara esensi, menjadi sumber kolonialisme Eropa atas Asia, termasuk Indonesia. Melalui para saudagar Arab dan Cina yang telah lebih dahulu menemukan sumber tanaman itu di Kepulauan Maluku (ternate, Tidore, dan Ambon). Kemudian para penjajah Eropa yang ikut-ikutan latah menguasai dan menjajah nusantara ini.

Jika Barat kini menggembar-gemborkan kampanye anti-rokok, mereka tak sadar karena dulu merekalah yang gencar berburu barang asli negeri ini. Ironis.

0 comments:

JANGAN LUPA DI BERI KOMENTAR !!

Advertisment

loading...
** Share For All **